‘SERIAL MASA SMA MASA BODO?’ IN : KEJUTAN PENTING TIDAK PENTING DI PESTA HARI LAHIR EVEL…PART 2

BERSEPEDA PAGI ITU PELARIAN MEMBAWA COWOK

Oleh : Deddy Azwar

Minggu pagi nan cerah, niat Evel hendak bersepedaan akhirnya terlaksana juga di tengah kesibukannya sebagai pelajar so pasti wajib belajar menghadapi ulangan harian yang acapkali datang tanpa diduga. Memang sih ada beberapa guru yang hobi mengadakan ulangan dadakan. Alhasil banyak siswa yang mendapatkan nilai tak sedap dipandang mata. Ditambah lagi seabreg kesibukan mengurusi persiapan pesta ulangtahunnya yang semakin mepet. Plus membaca situasi terkini di peta kondisi komunikasi antar teman sekelas sedang tidak kondusif-kondusifnya. Akhirnya Evel mengambil jalan tengah untuk mencoba berolahraga di pagi ke kambang iwak park. Baginya mau dibilang pelarian dari segala masalah yang semakin menumpuk begitu menyiksa dan menderanya. Terserah anggapan orang sekitar. Masa bodoh.

“Pokoknya pagi ini Aku tak mau diganggu. Sebab, Aku ingin menghibur diri dengan berolahraga sepeda sendirian.”Jerit batin Evel membuncah. Siapa tahu akan mengobatin hatiku yang galau ini. Aku harap setelah ini pikiranku lebih sehat dan segar. Bodyku lebih fit dan bugar. Toh, Aku sudah lama mengidam-idamkan situasi seperti ini. Bukankah terakhir bersepeda sewaktu masih kelas 1 SMP. Setelah itu sepertinya tiada waktu lagi. Oh alangkah senangnya hatiku. Sementara waktu persenan eh persetan dengan urusan sekolah. Memang Aku pikirin!“

Minggu itu Evel memang nekad bersepeda ria tanpa persiapan yang matang. Pagi-pagi gelap dengan berjingkrak-jingkrak dia menuju gudang belakang untuk mengambil sepeda BMX hadiah dari Papanya sewaktu naik ke kelas dua SMP. Dia lupa sudah kondisi terakhir sepedanya itu bagaiman? Sepeda yang sudah sekian tahun tak tersentuh itu nyaris berkarat dan berdebu. Yang paling parah angin di dalam kedua ban sepedanya sudah minim sekali. Boleh di bilang kempes level menengah. Siapa peduli? Rasa emosional, kekalutan dan kekacauan hati mengalahkan segalanya. Yang penting tugasku pagi mengayuh sepeda sejauh kemampuanku. Sejauh yang kumau.

Setelah menutup pintu gerbang pelan-pelan, Evel bagai kilat segera mengayuh pedal sepedanya sekencang-kencangnya. Sengebut-ngebutnya. Ketika sampai di portal gerbang, Evel hampir saja menyeruduk pos siskamling. Untungnya dengan sigap dan cekatan dia mengendalikan laju sepedanya agar seimbang dan tidak terjatuh. Evel sempat melambaikan tangan ke arah satpam komplek perumahan. Pak satpam bernama Rosidi membalasnya dengan senyum manis.

Saat memasuki jalan yang menanjak, Evel mulai kehabisan tenaga. Dia baru sadar sepeda yang dibawanya tidak bergigi layaknya sepeda balap. Makin dikayuh serasa semakin berat. Seakan-akan sepedanya menggandeng sebuah gerbong milik kereta tua. Hua! Dia berharap cemas dan berdoa semoga ban sepesanya tidak bermasalah. Kalau sudah begini kejadiannya dia berharap peristiwa hari itu adalah Cuma mimpi belaka. Namun dia harus  dan ‘bangun dari tidurnya’ dan serta merta mengakui bahwa yang barusaja dia alami bukanlah mimpi. Fakta dan real. Evel langsung shock refleks.

Kini…pemandangan jalan aspal yang menanjak sudah terhampar di hadapannya sekali lagi adalah kenyataan. Masih belum percaya? Singkatnya…Hadapilah kenyataan di depan matamu! Walau berat sekalipun.

Evel beguman dalam hati, ‘mengapa sepeda ini semakin berat ya?’. Aduh, ternyata benar ban sepedanya sudah kempes pes. “Aduh, ya ampun mudah-mudahan ini hanya mimpi.” Gumannya sambil keringat dingin. Perlahan dari dahinya mulai timbul butir-butir peluh. Butir itu luluh dan rapuh. Tak lama kemudian dia melorot dari batang hidung lalu berselancar ke bibiar atas. “Huh, asin. Puihh!”

Otomotis dia kewalahan dan kelelehan. Padahal setelah turunan dia akan sampai di kambang iwak park. Evel bingung dan penasaran. Jaraknya masih lumayan jauh. Sudah terbayang di benaknya akan menggandeng sepedanya dalam kondisi jalan yang menurun. Seandainya sepeda ini sudah tua dan rongsokan pastilah sudah Evel tinggalin begitu saja.

“Hallo cantik…” Tiba-tiba terdengar suara cowok tak dikenal menggodanya, “itu cowoknya? Pantas dia ganteng terus.” Ada sekumpulan cowok binal dan ganjen nongkrong di trotoar kambang iwak park.

Evel tidak menoleh sedikitpun. Dia jaga gengsi. Evel paling anti digodain murahan kayak gitu. Makanya dia jalan terus. Buru-buru menjauh. Bagi Evel mau tuh cowok-cowok penggoda dari grup band korea yang wajahnya halus-halus dan keren-keren sekalipun masa bodo. Pokoknya nilai langsung merosot di mata Evel. Apakagi kalau menggodanya beraninya ramai-ramai. Jelas bukan pejantan tangguh.

Evel tidak memungkiri bahwa dirinya adalah seorang gadis manis mempunyai potensi untuk digoda oleh laki-laki manapun. Rugi rasanya bagi mereka untuk melewati moment berharga dan langka itu dengan membiarkan bidadari lewat begitu saja. Evel itu faktanya menggemaskan. Lelaki mana yang tidak tergoda. Tidak usianya tua tidak usianya muda. Baik yang sudah status double apalagi yang jomblo bu….jangan. Yang paling tidak memandang sambil memolototi.

Evel mengalami pelecehan ringan..Simak percakapannya di bawah ini.

“Eh, adik cakep. Sudikah kiranya jadi mantu saya, “ Tanya seorang Om-om sambil berlalu.

“Maaf Pak. Saya masih sekolah. Belum niat kawin muda.”

“ Aduh kasihan ya. Sejak kapan bannya kempes? “ Goda yang lainnya. “Oh seandainya saya dulu bercita-cita menjadi tukang tambak ban..”

“Tinggalin aja sepedanya, mending boncengan sama saya..”

“Ogah! Lagi nggak mood naik ojek.

”Kesian nian mbak ini. Maaf eyke nggak bisa bantuin. Takut dandanan eyke rusak demplon deh. “ Bencongpun turut berpartispasi.

Kalau ketemu makhluk begini Evel langsung tersenyum kecut sambil baca ayat kursi.

“Aduh.. manis-manis kok gandeng sepeda, mending gandeng abang deh. “

“Emang saya truk gandeng bang!” Balas Evel sengit.

Evel berusaha sekuat tenaga mempercepat langkahnya, namun tak kuasa, apa daya karena menenteng sepeda yang sedang gembos ya jadi beratlah. Evel merasa seakan-akan dia bagaikan hidangan lezat yang hendak diperebutkan untuk dimakan. Atau bak seorang bidadari yang tinggal sendirian di pulau terpencil lalu berdatanganlah beberapa orang pelaut yang terdampat lalu menemukan seonggok bidadari cantik yang ingin disantap.

“Hai…”Tiba-tiba terdengar suara halus. “Ada apa dengan sepedanya?” Seorang cowok dewasa menegor dengan senyum ramah.

Evel tidak menoleh sedikitpun ke arah sumber suara. Hatinya makin kesal. Makin gondok. Ingin rasanya dia mencengkram orang yang barusan menegur lalu melemparkan ke kambang iwak. Oh andai kita kuat…

Evel tetap melengos dan tetap memilih diam. Hidungnya kembang kempis. Walaupun Evel sudah menampakkan muka marah. E eh tuh cowok masih tetap dengan pendiriannya mengiringi langkah Evel.

“Kalau tidak mau bantu lebih baik jangan menggoda deh…” Tandas Evel sewot.

“Maaf sebelumnya dik, saya tidak bermaksud menggoda hanya mau mebantu kok. Saya tidak tega melihat adik begitu..”

“Bantu? Ah yang benar?” Evel menghentikan langkahnya dan menatap cowok itu serius dengan malu-lamu. Ternyata dari figurnya kelihatannya cowok berwajah lumayan tampan dan macho. Wah, sayang kalau tidak diladeni.“ Memangnya kakak tukang tambal ban? Saya kok tidak lihat membawa peralatannya. “

“Saya bukan tukang tambal ban. Saya hanya mau membantu bannya yang kempes.”

“Bagaimana caranya?”

“Begini, adik tunggu sebentar di bangku itu aja. Bangku panjang yang dekat tong sampah. Nanti saya pulang dulu ke rumah saya untuk mengambil alat pompa. Mau nggak? Mau ya? Mau dong…”

“Idih kok maksa sih..Jelas maulah. Masak saya dorong sepeda sampai rumah. Bisa gempor. Bisa bengkak betis saya.”

“Gimana? Deal?”

“Nanti dulu. Emang rumah kakak dimana? Bisa-bisa besok dong  kembalinya..”

“Nggak jauh kok. Sekitar-sekitar sini. Lagian saya juga bawa sepeda. Saya memarkirnya di sudut taman. Tenang, cepat kok. Saya biasa ngebut naik sepedanya.”

“Oke Kak. Jangan lama-lama ya Kak. Sudah mulai panas nih matahari.”

Si cowok dewasa itu langsung lari ke arah parkiran sepeda. Sekejab dia sudah melesat dengan sepeda balapnya. Tak lama kemudian si cowok sudah kembali berdiri di hadapannya dengan menenteng pompa ban berukuran mini.

“Sudah beres Dik. Coba diperiksa lagi tekanan bannya. Kalau belum kenceng nanti saya pompa lagi.”

“Oh ya sudah keras ban sepeda saya lho. Terima kasih banyaknya ya.” Evel menghela nafas lega. Mukanya berubah berseri dan sumringah.

“Kok Cuma terima kasih aja Dik…”

Evel tercekat dan melongo kayak orang kenyang bego. “Maksud Kakak apa? Oh saya lupa. Saya musti bayar berapa?” Dalam hati Evel mengomel, semua lelaki sama saja. Membantu pasti ada maunya. Dasar lelaki hidung belang dan buaya darat!

“Eit, saya ikhlas kok dan tidak minta dibayar. Emang tampang saya kayak abang tukang tambal ban apa?”

“Syukurlah, masalahnya saya lupa membawa dompet. Kakak lebih mirip bintang film kok. Lalu Kakak minta apa? Awas lho jangan minta macam-macam ya.”

“Ah adik bisa saja. Eh eh anu…” Cowok itu mulai gelagapan ngomongnya. “Saya….boleh ditinggalin alamatnya?”

Mendengar pengakuan cowok itu, Evel nyaris tertawa, untung dia dapat meredamnya.

“Oh itu. Alamat saya untuk apa? Alah, tidak perlu kok. Kakak keberatan nggak mengantarkanku pulang?”

Mendapat jawaban tak diduga begitu sang cowok girang bukan main. Nyaris pingsan malah!

 

KETERASINGAN DI SEKOLAH…LHO KOK BISA?

     Bel jam kedua berdentang tiga kali. Segerombolan pelajar masuk berebutan masuk kelas. Bagi pelajar kelas satu siap-siap naik tangga sampai ke lantai tiga. Yang enak pelajar kelas tiga, kelas mereka berada di lantai utama. Tinggal jalan santai tak perlu berlari dan naik tangga.

Tak satupun anak-anak di kelas 1.3 yang hadir hari itu menyinggung soal ultah Evel, temen mereka. Mereka cuwek. Seolah-olah tidak terjadi sesuatu yang penting. Mereka melewati hari demi hari lurus-lurus saja. Padahal sebentar lagi Evel akan merayakan pesta ultahnya. Apa daya belum ada temannya yang berbasa-basi menyinggungnya.

Evel duduk di kursi dengan perasaan gundah gulana. Dia ingin bersikap santai namun dia tidak dapat membohongi perasaannya yang berkabut….Ditabir mega-meganya. Kulihat dua tangan dibalik punggungnya. Madu di tangan kananmu. Racun di tangan kirimu…(Lho lho malau melantur ke lagu Madu dan Racunnya-Bill n Brod). Evel mulai menyimpan kecurigaan yang muncul beruntun. Dadanya bergemuruh bagai pesawat komersil hendak lepas landas ke udara. Segala rasa berkecamuk hebat. Pokoknya rasa marah mix sebal. Sekali dua kali Evel kedapatan memergoki teman-temanny yang duduk dekat jendela sedang asik berbisik-bisik menggosipin dirinya. Bila Evel melihat mereka. Mereka langsung pura-pura asik membaca dan menulis. Lalu cuwek dengan sekitarnya. Oh oh Astaga! Entah apa yang terjadi? (Pinjam liriknya Ruth Sahanaya). Apa tidak bikin gondok menahun tuh. Hiiyyyy…

“Apa begini ini ya lingkungan dan gaya persahabatan antar pelajar di SMA yang bagus ini? Tidak pernah ambil peduli kepada temannya yang akan ulang tahun. Masak di anggap tabu atau tidak dianggap sebagai momen penting bagi mereka. Atau hanya sekedar bunag-buang uang, waktu dan tenaga doang ya?” Renung Evel sedih. “ Oh ya Aku tahu. Mungkin sebagian besar tidak pernah merayakan tradisi ultahnya. Mungkin dengan berbagai alasan uang atau yang lain. Idihh kuno banget ya. Di zaman modern kayak begini masih ada yang bersikap kolot dan tradisional. Betul betul tak memahami dan menghormati teman sekelas. Kemana rasa solider mereka sebagai sahabat? Apa arti persahabatan yang selama ini dibangun dengan susah payah. Dinilai dari untung dan ruginya. Tidak ada perhatian dan kepedulian sama sekali. Tahu begitu aku bersekolah di Jakarta aja. Menyesal sekolah di kota ini. Bagaikan tersisihkan, terasingkan.,.Sudahlah percuma. Biarlah kubersedih. Tiada guna. Evel musti kuat dan tegar. Tanpa dukungan moril dan mereka toh pestaku akan tetap jalan kok.

Sebenarnya prasangka Evel kepada teman-temannya sungguh terlampau berlebihan. Oh, seandainya Evel tahu betapa pedulinya dan sayangnya teman sekelasnya kepada dirinya tentu akan terharu sambil mewek-mewek. Tapi kalau sudah ketahuan ceritamnya jadi tidak seru dong. Masak jalan ceritanya sudah ketebak.

Eveline tidak enak hati sama Mamanya. Kebetulan Mamanya asli keturunan kesultanan Palembang dan paham betul kebiasaan dan adat istiadat yang berlaku untuk wong Palembang. Dia bukan hanya mewakili sebagai figur Mama yang keibuan tapi figur Ibu yang ke-Mama-an. Beliau menjadi base camp curhatan dan menjadi panutan terutama untuk anak-anak yang perempuan. Mama seringkali mengingatkan anak-anaknya tentang nilai-nilai kebaikan. Kata-kata yang keluar dari mulutnya yang lembut selalu jitu untuk dicerna dan diterapkan. Hampir tidak pernah mengumbar kata-kata kasar kepada siapapun. Sepertinya garis kesultanan berpengaruh sekali dan membentuk prilaku Mama menjadi dewasa dan bijak. Bukan berarti Mama tidak pernah marah sih…Kadang-kadang beliau bisa marah bila melihat kebandelan anaknya. Tapi tidak sampai mendamprat dan berubah menjadi gendoruwo yang menyeramkan. Marahnya masih dalam porsih wajar. Selebihnya Mama sangat penyanyang dan pemanja. Ada satu lagi, bila diperlukan Mama sewaktu-waktu dapat menjelma menjadi teman yang enak diajak bercerita. Kesimpulanm klisenya…Mama adalah cinta, Mama merupakan segalanya dan selalu bersemayan dalam hati sanubari Eveline yang terdalam.

“Evel..” Kata-kata lembut yanmg menyejukkan keluar dari mulut Mama tercinta. Tepatnya menjelang sore hari. Ketika Mama sedang membersihkan dapur setelah habis memasak.

“Iya. Kenapa Ma?” Jawab Evel sambil menggayut sembari melingkarkan tangganya ke punggung Mama. Eveline sekejab menjadi anak manja. Saking eratnya pelukannya itu membuat Mama nyaris sesak nafas. Evel buru-buru mengendorkan kadar pelukannya. Evel masih sempat menciumi pundak orang yang melahirkannya dan mengenalkan segala isi dunia.

“Idihh, kok jadi manja kayak waktu SD dulu. Kamu itu tidak pernah lepas dari Mama. Kemana-mana selalu ikut. Mirip sticker. Bahkan sewaktu Mama masih ngantor dulu kamu menangis minta ikut. Evel evel..sekarang kamu sudah besar. Tidak terasa sudah kelas 1 SMA. Sayang Mama. Hanya saja Mama tidak kuat meggendong kamu lagi. Beraaat.”

“Hehe. Jangan dong Ma. Evel nggak mau lihat Mama turun berok. Hahaha. Nanti gantian Evel yang menggendong Mama. Oh ya tadi Mama panggil Evel ya. Ada apa sih Ma? Mama mau curhat ke Evel ya?” Evel cekikikan mirip Pokemon.

“Kamu ada ada saja Vel. Nggak kebalik itu. Kan biasanya kamu yang suka curhat ke Mama. Emang Mama, Mama Dede apa. Curhat dong Ma! Ini lho Vel..Sebentar lagi kan keluarga kita akan menggelar pesta ulang tahun Evel.  Mama hanya heran saja. Sampai hari ini belum melihat teman-teman sekelas kamu yang main ke rumah. Biasanya ada Debby suka mampir. Belajar bersama Kek. Atau bulan kemaren teman sebangku kamu, siapa namanya…..”

“Arleini Ma..”

“Iya itu. Dia juga suka mampir dan sering minta resep masakan ke Mama. Lho pada kemana mereka ya? Atau si Agus yang dulu naksir kamu. Dulu saban hari kerjaannya nelpon melulu. Mama kirain bapaknya kerja di kantor telepon lho. Agak aneh aja Vel. Mama tidak melihat seorangpun main ke mari menjelang ultahmu. ”

Tiba-tiba Kakak perempuan Evel yang berbisnis Salon main ke dapur dan mendengar percakapan antara Evel dan Mamanya yang seru. Sedikit banyaknya percakapan itu terdengar. “Iya Vel, kok teman-teman kamu pada begitu. Saat tidak dibutuhkan pada ngumpu dan tumplek semua. Hari tiap hari kamu mengundang temanmu kemari. Kalian sering ngobroln belajar bersama bahkan Kakak dengar sering ngerumpinya deh. Pas mau seibuk begini nggak kelihatan satupun batang hidungnya. Jangan-jangan pas hari H, mereka tidak pada datang pula. Bantu-bantu kek. Sebagaimana adat orang timur kan begitu ya Ma? Kakak kira kamu mungkin terlalu sombong di sekolah. Atau pemalu,mungkin. Makanya Vek, pesan Kakak, kamu harus pandai bergau dan menyari teman. Biar banyak teman. Tetap akrab baik suka maupun duka.”

“Ini si Kakak datang-datang langsung nyerocos aja mulutnya kayak sepur di statsiun Kertapati. Lihat si Evel menjadi serba salah.”

“Nggak apa apa Ma. Mungkin Kakak betul. Evel musti instropeksi diri lagi. Evel yakin persahabatan kami tetap terjaga kok Kak baik disekoalh maupun di luar. Kalau sombong nggaklah. Apanya yang mau disombongin sih..Mungkin teman Evel pelajar karir semua jadi pada sibuk.”

“Pelajar karir?”

“Oohh. Becanda kok Mam. Eveline juga tidak tahu Ma. Kemungkinan mereka pada sibuk belajar Ma mirip wanita karir. Kali aja mereka punya teman baru selain Evel. Mungkin mereka nggak enak hati atau takut merepotkan tuan rumah kali…”

“Padahal Mama selalu welcome ketika mereka datang. Jangan-jangan kamu…musuhan gitu. Nggak kan?”

“Iya nggaklah Ma. Mama Mama. Masak kami musuhan? Emang anak TK. Nggak mungkinlah Ma.” Evel berusaha meyakinkan Mama bahwa dia tidak pernah mengecawakan siapa-siapa di sekolah. Terlebih untuk menyinggung perasaan orang lain. “Menurut Evel setiap orang tentu mempunyai rasa bosan Ma. Nah saat ini mereka sedang taraf bosa tingkat tinggi untuk main ke rumah kita. Bisa dibilang masa tenggang dan masa renggang. Percayalah Ma, suatu hari, ketika saat rasa kangen itu pasti mereka datang kemari.”

Evel mengerlingkan matanya ke arah Mama. Mama berlalu bersama sunggingan senyuman termanisnya.

Mama hanya mengangguk perlahan. Tandanya mulai memahami atau malah menyimpan kecurigaan lain. Entahlah. Di lubuk hati Mama cukup mempercayai ucapan anaknya yang mulai ranum itu. Ya, masa remaja sebentar lagi akan dilalui Evel. Penuh gejolak. Akan ada beberapa letupan mewarnai pada masamu. Ceria dan sedih. Masa SMA itu memang indah. Banyak orang di saat tuanya kepingin mengulangi kembali ke masa itu. Makanya getol menghadiri acara reunian angkatan. Banyak dugaan-dugaan yang meleset. Berdecak kagum. Merasa prihatin. Merasa empati. Percaya diri. Minder. Kekeluargaan.

Ada yang menyesali diri kenapa waktu SMA sangat pemalu dengan yang namanya perempuan.  Jangan untuk bertegur sapa menatap saja enggan. Ada juga di masa SMAnya terkenal playboy, namun saat telah beranjak dewasa malah keseringan jomblo. Ada juga waktu SMA kuper, eh dewasa malah berubah supel. Atau kebalikannya. Semua bisa saja berubah tanpa dapat ketebak. Dulu terkenal pintar malah tidak menjadi apa-apa. Dulu terkenal bandel seantero sekolah justru menjadi orang sukses. Semua prediksi bisa saja berbalik arah.

BUKA KADO ATAU BELAH KADO YA?

Bukan kelas 1.3 namanya kalau tidak selalu berisik dan bikin gara-gara. Seperti pagi itu, menjelang siang hari seperti ini. Kala perut para pelajar sudah mulai memprotes sambil berinstrumentalia sembari meronta-rontra meminta majikannya segera peduli untuk mengisi mereka dengan sebungkus cemilan atau sesendok nasi. Hujan deras yang baru saja reda makin mendramatisir suasana. Dari  jendela lantai tiga tampak ranting pohon yang menjulang keadaannya basah kuyub. Butiran air menetes satu demi satu jatuh ke tanah rerumputan dari ujung daun nan hijau.

 

KETIKA PRASANGKA MENJADI TAK TERDUGA. KETIKA KESEPIAN MENJADI KERAMAIAN..

Ketika pergantian jam pelajaran datang, anak-anak kelas 1.3 memanfaatkan waktu yang terbilang sedikit itu untuk melakukan bermacam-macam aktivitas. Ada yang buru-buru ke toilet karena kebelet pipis. Ada yang dengan sigap mengambil buku novelnya yang diumpetin di dalam laci meja. Ada yang melancarkan rayuan-rayuan gombal. Biasanya dilakukan anak cowok kepada anak cewek yang jadi korbannya. Ada yang langsung ngejeprak tidur di dalam lipatan tangannya. Mirip orang pingsan. Ada yang lari ke arah jendela untuk menghirup udara bebas, seakan sudah bertahun-tahun lamanya terkurung dalam sel penjara. Ada yang main catur, kartu remi dan gaplek. Terakhir ada yang main tebak-tebakan.

“Ayo, siapa yang bisa jabaw tak kasih permen mentos gratis. Apakah perbedannya saya dengan aku?” Tantang Yudo seraya mengibas-ngibas dagunyas. Matanya sedikit berbinbar-binar.

“Aku aku!” Teriak Choi sambil tunjuk tangan. “Mudah nian itu. Itu pelajaran bahasa Indonesia. Kalau kata ‘saya’ digolongkan bahasa yang anda unsur sopan santunnya. Nah, kata ‘aku’ itu kesannya terdengar kasar di telinga. Selain belum baku juga tidak berlaku umum. Apalagi saat berbicara dengan orang yang lebih tua.” Tak dinyana si Choi menjelaskan dengan panjang lebar.

“Choi choi, sudah panjang berbelat belit salah pula. Mau jadi reporter ya kamu.” Potong Yudo tidak sabaran.

“Choi reporter gagal.” Ledek Iwan terkekeh.

“Oke, kalau begitu. Ada lagi yang tahu? Ayo tunjuk jari. Enak lho kalau bisa dapat permen. Lumayan buat ganjil perut. Pada menyerah semua ya? Tebak-tebakan gampang begini pada bengong. Parah ya bahasa Indonesia kalian. Ogud jawab ya. Kalau ‘saya’ berlaku untuk manusia. Mudah nian bukan?”

“Tunggu dulu, kalau ‘aku’ giman? Belum dijawab.” Tanya Choi protes.

“Kamu?”

“Iya. Aku?

“Monyet..”

“Dasar ayam bekicot! Tertipu saya.” Choi menepuk jidatnya yang jenong dan luas itu.

Yudo tertawa puas sambil membusungkan perutnya.

“Gantian dong Yudo. Saya juga punya tebakan.”Ucap Choi sambil semangat. Dia tidak mau kalah set. Coba kamu mengucapkan kalimat ‘monyet bawa paku’ dari pelan ke cepat tapi nonstop ya. Harus jelas. Bisa nggak?”

“Apaan tuh. Bukan tebakan ya. Cemen ah. Kalau bisa hadiahnya apa dulu?” Tanyo Yudo penasaran.

“Ada deh spesial dari saya.”

“Iya apaan. Martabak mesir juga spesial tahu..”

“Ayo tebak dulu. Baru hadiah.”

“Oke!” Yudo menyanggupi tantangan Choiruddin.

“Oke. Kecil itu mah kalau Cuma ngikutin doang. Awas ya kalau kamu bohong. Kucemplungin ke kolam belakang perpustakaan.” Ancam Yudo sambil mengepalkan jarinya mirip petinju.

Choi sempat ketar ketir. Dia tidak berani membayangkan bagaima jadinya bentuk mukanya kalau kena tinju dan dicemplungin di kolam.

Yudo mulai mengucapkan kalimat yang diberikan Choi. Pada awalnya dia menyebutkan dengan pelan, lalu artikulasinya jelas dan teratur. Kelihatan dari wajah-wajah temannya yang manggut-manggut. Kemudian Yudo harus mempercepat ritmenya. Lama kelamaan ucapannya terdengar janggal dan aneh. Ngelantur dan ngawur. Pada akhirnya dia kejebak dan terpeleset mengucapkan ‘ monyet bapak aku’. Kontan meledaklah tawa teman-temannya. Yudo langsung ngamuk dan sadar telah dikerjain oleh si Choi.

“Dasar anak kurang ajar lu Yud! Apa saya tidak salah dengar. Apa tadi kamu bilang ‘ monyet bapak kamu?’ Kuwalat kamu. Masak orangtuanya disamakan dengan monyet. Huyyy!

“Awas kamu Choy kulempar kamu dari lantai tiga”

“Aduuh. Ampuuun.” Yudo dan Choi terlibat kejar-kejaran sampai tersengal-sengal.

Tiba-tiba Ichsan TWEJ slonong boy ikut andil meneawarkan tebakan.

“Saya ada tebakan nih. Ayo Yudo dan Choi balik kemari. Siapa yang merasa jenius silahkan jawab. Saya yakin kalian tidak bisa. Silahkan pilih salah satu. Enak mirip manusia atau mirip monyet?”

“Monyet lagi. Monyet melulu.” Agus ngedumel sambil menghapus papan tulis.

“Hmmm…mending mirip manusia…”Sambar Yudo dan Choi berbarengan.

“Weee, mirip manusia? Artinya kalian itu monyet betulan yang mirip dengan manusia. Sadar juga kalian. Kena deh…”Pekik Ichsan senang sekali karena berhasil ngerjain Yudo dan Choi.

“Sontoloyo!” Berani-beraninya ngatain kita monyet Choy! Ayo uber!” Ujar Yudo sambil mendorong-dorong punggung temannya. “Enak aja. Kamu yang monyet!”

“Ichsanpun akhirnya mendapatkan tempat yang layak di bak sampah sekolah.

Jumat pagi yang cerah dan penuh berkah. Kebetulan tanggal berwarna merah alias libur sekolah. Tampak dua orang sejoli sedang mengobrol mesra dari atas sepeda. Tidak  berapa jauh di depan pagar salah satu rumah berpagar tinggi, keduanya berhenti, lalu mereka turun dari sepeda.

“Vel, Kakak sampai disini saja ya nganternya?” Ucap cowok itu. Ternyata Eveline barusaja selesai sepedaan bersama cowok yang pernah menolong memompa ban sepedanya tempo hari.

“Adik sabar aja. Kakak rasa teman-temanya tidak sejahat yang dikira. Mungkin mereka mau bikin kejutan..”

“Yeah, smoga saja begitu Kak. Rasa-rasanya Evel pengen pindah sekolah aja deh.”

“Wooo…Segitunya. Sudahlah jangan diambil hati.”

“Mampir dulu Kak sebentar.”Tawar Evel, tidak lupa memberikan senyum termanisnya.

“Gimana ya, Kakak kalau sudah mampir tidak bisa sebentar. Apalagi kalau ditemani Evel.”Canda Rizal sambil terus menatap mata pasangannya. Evel buru-buru menoleh ke arah lain.

“Lama juga boleh kok.”

“Kapan-kapan aja ya dik. Kakak tidak enak, sepertinya sedang repot mempersiapkan pesta ultamu. Lagipula bajuku basah dan keringatan. Kapan-kapan saja. Bisa agak lamaan. Oh ya dik, habvis Jum’atan Kakak ada keperluan mengantar adik mengaji.”

“Oke deh. Hati-hati di jalan. Jangan ngebut lho. Ntar benjol..”

“Benjol?”

“He-e, Di tembok sana ada tulisannya ‘ngebut benjol banyak anak-anak.”

Rizal tertawa lebar. Dia merasa ada sesuatu yang lucu. “Ada ada saja. Balik dulu dik. Titi salam buat orang di rumah. Bye…”

Rizal langsung mengayuh sepeda balapnya. Sempat ngesot sedikit. Akhirnya hilang di balik tikungan. Evel masih menatap kepergian teman barunya itu. Setidaknya dia memiliki seorang teman baru. Saat hendak berbalik, Evel melihat  sesuatu yang membuat jantungnya berdegub kencang. Matanya sedikit memicing. Dia melihat seperti ada rombongan sirkus berjalan ke arahnya. Setelah makin mereka mendekat ternyata  adalah rombongan adalah teman-teman sekelasnya. Eveline begitu terharu. Dia bingung. Menyambut tamu tersebut atau menyambitnya? Menyuruh mereka masuk atau Evel ngumpet pura-pura….

“EEEVEEELLLLL…!!” Teriak Faisol paling kencang. Tangannya dilambai-lambaikan. Dia berteriak berkali-kali mirip rocker Achamd Albar ketika akan membuka konser dengan sebuah lagu. Makin lama suaranya makin parau. Tampaknya Faisol membawa sesuatu. Ngapain dia bawa kandang ayam kemari? Eveline tak mampu berkata apa-apa. Matanya mulai berkaca-kaca. Dia hampir lupa untuk segera mandi lalu menyambut tamu-tamu istimewa itu.

Faktanya hampir separuh teman perempuan sekelas Evel nongol secara tiba-tiba. Kecuali Faisol dan Tekya ditunjuk mewakili kaum Adam. Bagaikan mimpi disiang hari. Mereka sudah hadir di hadapan Evel. Dan Evel merasa tidak enak hati dan merasa bersalah telah berprasangak yang bukan-bukan. Ceritanya mereka terjun langsung ke lapangan dalam rangka membantu meringankan orang kaya yang akan melaksanakan hajatan ulang tahun. Kalau dipandang sekilas mirip kerumunan sedang berdemo. Keluarga besar Evelin sempat terkaget-kaget dan terharu biru laut dibuatnya. Disangka ada penggusuran mendadak.

Faisol dan Tekya secara simbolis menyerahkan dua ayam kampung kepada Eveline. sebagai hadiah ulang tahun teraneh.

“Sol sol, kenapa bukannya ayam yang sudah dipotong aja sih. Malah ayam yang masih berkokok kamu bawa kemari. Merepotkan orang saja.” Protes Debby sambil mencibir.

“Lagian siapa yang motong? Kita-kita yang mau kamu suruh potong. Kerjaan kami membantu di bagian dapur.” Tukas Yuli sambil berlacak pinggang.

Mau tidak mau harus mau. Kesimpulannya Faisol dan Tekya mencari orang yang ahli dalam menyembelih ayam. Setelah setengah jam mereka datang bersama bapak tua yang didaulat sebagai tukang jagal ayam. Ketika hendak dipotong terjadi kejadian yang lucu, ayamnya malah kabur ke sana kemari. Saking stressnya melihat pisau yang tajam mengkilap. Untunglah sebelum masuk sholat Jum’at ayamnya baru ketangkap dengan bantuan warga komplek perumahan.

Night weekend pun tiba. Rumah Eveline sudah mulai kelihatan ramai. Pesta ulang tahun barus saja digelar. Sama-sama terdengar lagu Dek Sangke.

…Dek Sangke aAku dek sangke

Cempedak berbuah nangke..

Setelah lagu Dek Sangke dan sepatah dua patah kata dari tuan rumah kelar…

Lampu lampu disko berwarna-warni, berkelap kelip menyinari setiap sudut ruangan. Menambah semarak suasana. Apabila sinarnya menerpa mata, cukup menyilaukan.

Alunan musik dan lagu ala Spanyol mengalun merdu berasal dari tape deck tingkat tiga. Kalau sekarang namanya home theatre. Dilantunkan oleh penyanyi Madonna. Lagunya La Isla Bonita. Lagu yang cukup ngetop pada tahun itu. Iramanya cukup menghentak.

…..Tropical the island breeze

All of nature, will and free

This is where I long to be

La Isla Bonita…

Semua yang hadir merasakan aura yang sama. Kegembiraan tiada tara. Terlebih lagi Eveline. Tampak wajahnya berseri-seri. Sinar kebahagiaan dan keharuan terpancar dari wajahnya. Beberapa teman Eveline baik cewek maupun cowok tumpah ruah ke lantai disko. Asik berjingkrak-jingkrak sambil berlenggak lenggok bak bujang gadis Palembang.

“Aku terharu Sol!” Teriak Agus Blepotan kepada Faisol.

“Aku juga terharu akan kesuksesan acaranya ini Gus.”

“Kok kamu ikut-ikutan terharu aja.”

“Maksud kamu terharu yang bagaiman sih Gus.”

“Kan semula Aku pernah request ke Eveline kalau bisa ada acara disko. Biar hobiku tersalur.”

“Ah kamu serasa Rhoma Irama aja. Sok jago joge aja

“Kok Om Rhoma? Dia kan raja dangdut bukan raja disko, tahu!”

“Aku juga suka disko Gus. Emang kamu aja. Eveline! Aku cium kamu!”

“Ena saja. Saya aja pernah naksir belum kok. Dasar muka dangdut!”

“Masa bodo!”

Mereka kembali berjingkrak-jingkak. Tapi saling membelakangi.

Para undangan menunjukkan wajah puas.

Acara demi acara berlangsung santai, tertib dan seru. Apalagi acara semakin meriah, setelah Ichsan dan Yudo didampuk menjadi MC dadakan. Keduanya berhasil menghidupkan suasanan. Mereka dengan bebas meledek para hadirin. Ichsan TWEJ juga mengajak para tamu main tebak-tebakan basi. Zoel diajak Julius untuk menemaninya memperagakan gerakan senam aerobik.

Apto, Agus dan Sony diserahi tugas memandu acara‘selendang kaget’ atau ‘lempar selendang’. Cara bermainnya cukup asikn dimana panitia akan menyetel sebuah lagu jenis apa saja. Selama musik atau lagu dimainkan sehelai selendang akan diestafetkan kepada peserta yang duduk melingkar. Nah, ketika lagu berhenti akan dilihat selendang itu terakhir ada pada siapa. Nah,dia yang akan mendapat hukuman. Hukumannya unik-unik kok. Ada yang didaulat untuk menari, berjoget, melawak, baca puisi konyol.merayu dan lain sebagainya.

Disk jockey amatiran untuk acara disko digawangi oleh Fikry dan Iwan. Seyogyanya mereka musti kompal dalam mengatur lagu dan musik. Ini malah sering bentroknya ketimbang akurnya. Masing-masing saling rebut-rebutan menyetel lagu dan saling mempertahakan egonya. Fikry demen musik hard rock dengan beta-beat cepat sedangkan Iwan  doyan musix remix nonstop dengan lagu khusus dangdut rasa pop barat. Jadi runyam dan berantakan deh. Untungnya perseteruan itu tak berlangsung lama, dikarenakan diprotes oleh para tamu.

Tak terasa malam telah semakin larut. Pestapun usai. Para undangan dari dekat dan dari jauh mulai satu persatu meninggalkan tempat berlangsungnya acara. Rumah besar nam megah itu kini sunyi dan sepi. Masih ada satu atau dua barang yang belum disusun dan dikembalikan ke tempat semula. Tadi teman-teman sekelas Evel bahu membahu membantu membereskan ruangan yang tadi terpakai. Karena kasihan Papa dan kakak-kakaknya Evel meminta mereka untuk pulang. Takut kelelahan dan kemalaman sampai di rumah.

Lampu rumah Eveline mulai dipadamkan oelh penghuninya.

Hanya ada satu kamar tersisa yang belum padam penerangannya. Kamar siapa lagi kalau bukan kamarnya Eveline. Cewek itu tengah asik bergulang guling di atas kasur empuknya. Dia tiduran di tengah genangan aneka macam kado yang menumpuk dan berserakan. Eveline bertekad untuk bergadang malam itu.  Dia ingin sekali mengetahui apa saja isi kado-kado yang dia terima. Ada yang berbungkus cantik, adanya juga yang unik. Ada yang berukuran kecil dan besar. Tiap kado ternyata diselipin kartu beserta ucapannya. Eveline membacanya sambil cekikikan mirip kentawa kuntil anak di tengah malam. Rata-rata isinya kocak-kocak, membuat Evel tak berhenti tertawa. Debby Cs menghadiahi perabotan dalam cewek. Fatimah CS memberikan kado stasionery yang lucu-lucu. Rizal, temen barunya memberikan boneka Little Mermaid yang lucu. Akhirnya..sampai pada kado terakhir dari Agus Belepotan. Isinya membuat Evel sontak kaget juga geleng-geleng kepala. Sepasang pakaian dalam wanita lengkap sebuah BH atau bra berukuran sedang dan celana renang swimsuit two peces. Eit, tunggu dulu si Agus yang malas menulis catatan di sekolah itu meninggalkan secarik kertas surat berwarna oranye. Pas dicium kok bau aroma Baygon.

Hallo Evel manis semanis kue sagon. Seimut kue kumbu.

Selamat ulang tahun yang ke 15. Semoga panjang umur, murah rezeki, tambah dewasa, makin terbuka matanya melihat kegantengan saya yang sesungguhnya. Sukses di sekolah. Sukses meraih cita juga cinta. Jangan buru-buru pacaran dulu ya. Oh ya, jika dalam kurun waktu setahun ini kamu masih belum punya pacar. Silahkan hubungi saya baik lewat surat, telepon, wesel, telegram,handy talkie maupun interkom. Saya bersedia menjadi pacar sewaan gratis tanpa garansi. Mumpung saya mau dan belum kadaluwarsa.

Evel, janganlah ragu ataupun bimbang melihat kado ini. Apalagi sampai kaget. Nanti aku juga ikutan kaget dong. Kado ini memang spesia nuat kamu. Menunjukkan kepedulianku akan anatomi tubuhmu. Maaf, agak privacy memang. Pakailah. Kuharap kamu akan menyukainya. Kuharap pula agar merasa ada seorang Agus di dadamu. Seorang cowok tampan yang sedang mencari jati dirinya. Seorang cowok yang bijaksana yang pernah kamu tolak tembakannya. Mudah-mudah pas ya. Andaipun kelonggaran saya bersedia menemani untuk menukarnya. Selagi pihak toko masih ada garansi. Sebenarnya saya mau mengukur sandiri tapi takut kena gampar. Oh ya teriring salam manis juga untuk keluargamu. Selamat mencoba…

NB : Kado ini dibeli lho, bonnya ada, dan bukang maling jemuran tetangga..(Ketawa dong hehe)

Salam susu kental manis

– Agus Marcelo Blepotand-

Tanpa terasa Evel mulai merasakan kantuk. Sesekali dia menguap lebar. Sesekali dia tersenyum. Perlahan ditutupnya surat dari Agus beramplop pink. Dia menerawang sembari berguman. “Bingo! Kebetulan sekali. Bik Ipah sangat membutuhkan barang ini. Thanks ya Agus…”

Letika hendak menerkam bantal guling, secara tak sengaja Eveline menemukan sebuah kado dibalik tirai jendela. Dengan semangat dia membuka tanpa melihat nama pengirimnya. Setelah mengetahui apa isi kadonya Evel pun pingsan dengan sukses. Dalam keadaan pingsan dia tetap tersenyum. Ternyata kado dari Ferry berisi kepala badut yang meloncat keluar kotal alias  ‘joker in the box’ . MET BOBO YA EVEL…