KISRUH KISRUH DI SMA (AYO BERPREATASI JANGAN PRUSTASI)

sma 1

cerita terinpirasi saat masih bersekolah di SMAN 1 Palembang. Cerita dibuat secara stripping, tiap edisi selalu diperbaharui. Menerima kritikan dan masukan dari Ideazworld5 fans club. Sebelum diterbitkan. Cerita ditulis sejak tahun 1993 menggunakan mesin ketik. Niatnya sih ingin kita slalu mengingat nostalgia masa sekolah. Selamat membaca!

Oleh : Deddy Azwar

1. HARI PERTAMA DI SEKOLAH BARU

Hari masih pagi. Bertepatan dengan hari senin. Mentari belum naik. Waktu telah menujukkan pukul setengah enam. Akan tetapi, oplet-oplet angkutan kota sudah sedari jam 4 subuh sudah bersliweran. SEmakk mencari penumpang tentunya. Mengais rezeki yang halal untuk kemudian di bawa pulang dipersembahkan untuk keluarga tercinta yang setia menanti di rumah.

Di sebuah perkampungan setengah padat bernama Kemang Manis yang terletak di tengah  kota Palembang. Satu persatu tampak pemilik rumah telah menyingkapkan tirai serta membuka jendela atau kaca nako mereka. Merelakan hembusan semilir dinginnya angin pagi nan lembut masuk melalui kisi kisi jendela. Menikmati setiap hembusan serta menghirup udara bersih di pagi itu. Udara yang samasekali belum terkontaminasi dengan polusi. Moment moment yang baik untuk mengawali dengan sebuah aktivitas yang bermanffat. Setelah dua hari melewati lEmakran. Menikmati weekend.

Bagi warga yang berpredikat sebagai karyawan saatnya grasak grusuk mempersiapkan diri  sebelum berangkat ke kantor. Tanpa terkecuali baik itu karyawan pemerintah maupun swasta sama sEmakknya.

Ambil contoh Wak Brohem,  pria berusia lanjut tapi gesit, adalah pegawai Pemda setempat, mulai kelihatan sEmakk sekali memanaskan mesin motor tuanya sejak sehabis sholat subuh. Tugas rutinnya saban pagi . Memang manusia saja yang mebutuhkan kehangatan? Maklum, Mengasuh motor di perlukan juga sentuhan khusus. Di teras depan rumah. Jika mesin motor  belum terlalu hangat tuh motor larinya suka susah sekali. Bakal kegencet istilah kate orang betawi! Pokoknya tidak sebanding antara bunyi klakson, bunyi deruan knalpot yang super racing dengan tenaga yang dikeluarkan oleh motor Wak Brohem. Awas ya kalau membandingkan dengan motor balap MotoGP kepunyaan Valentino Rossi. Beda jauh, Bagai gubug dengan apartement. Sudah pada kenalkan sama Valentino Rossi? Itu lho si pembalap jago yang sering memenangi kejuaraan MotoGP di berbagai negara, si empunya rambut keriting asal negeri pizza dari tim Yamaha itu.

Kadang kadang selain dipanasin mesinnya suka juga dipanas-panasinn lewat omelan omelan  pedas oleh si empunya. Seperti diomelin…. dasar motor tua tidak solider, motor butut jelek, masak larinya kalah sama motornya Pedrosa sih. Untungnya kalau melawan larinya mbak mbak penjual jamu baru bisa menang. Persis saya…ihik ihik. Wak Brohem suka cekikikan sendiri. Sang istri yang kebetulan mengintip dari balik tirai kamar, tidak sengaja mendengar cekikikan tersebut langsung melantunkan ayat kursi. Ada ada saja.

Sampel lain, mari kita tinjau sosok Mang Darwis yang biasa dipanggil Mang Dencik oleh para pelanggannya, asli wong Palembang, bekerja sebagai tukang poto keliling ini, belum kelihatan sEmakk di pagi itu, masih duduk sedikit santai di kursi joknya, karena beliau bukanlah karyawan tapi tukang poto yang menawarkan jasa poto keliling langsung jadi.

Mang Dencik  tengah asik melap kaca lensa kameranya dengan tisu khusus seraya bersiul siul kecil mengikuti nada lagu daerah ‘cuk mailang’ yang keluar dari tapedecknya.  Kebiasaannya yang dilakoninya tiap pagi. Dengan cuwek menyetel musik kenceng kenceng sampai terdengar ke tetangga sebelah.

Berbekal kamera atau tustel engkol manual bermerk Ricoh yang dikalungin di leher, sebagai modal mengais rezeki. Ada printer portable bertindak sebagai alat cetak. Alat alat itu selalu setia menemani kemanapun Mang Dencik pergi berkeliling mencari para pelanggan yang berminat diabadikan momennya. Target operasinya mobile sekali. Keseringannya dia nongkrong di tempat rekreasi atau wisata. Kadang juga di kawasan pasar 16 ilir yang padat pengunjung. Sudah tentu ramai, wong pasar. Dia selalu berpatokan kepada daerah yang ramai saja. Hanya saja si Mamang tidak berminat beroperasi di lokasi pemakaman.  Selain sepi order juga sepi pengunjung. Beliau takut hasil potonya nanti dihinggapi penampakan penampakan yang tidak diinginkan. Yang namanya lokasi kuburan keramaiannya pada hari tertentu saja. Terutama malam Jumat klepon eh kliwon. Siapa yang mau jika hantu hantu di sana berebut minta dipoto. Aihh!

Beda Wak Brohem dan Mang Darwis Dencik beda pula Tekya, pelajar muda yang baru lulus SMP swasta itu berusaha bangkit dengan semangat dari ranjang tidurnya lalu beranjak pergi mandi. Disambarnya handuk berwarna abu abu, bergambar presiden pertama Amerika, George Washington dengan latar belakang  gedung putih dan mata uang dollar USD di masing sisi-sisinya. Kondisinya agak kumal dan dekil. Tapi bila didekati dan dicium akan mengeluarkan bau harum parfum isi ulang yang menyengat hidung. Walaupun begitu, Tekya sangat sayang dan cinta banget handuknya. Maklum, sudah kadung suka sih. Baginya si handuk itu bernilai sejarah dan membawa hoki?  Hingga saat ini masih betah dipakai. Tak mungkin untuk berpindah ke handuk lain. Kecuali bila celengannya sudah penuh.

Padahal bulu bulu handuk itu sudah mulai pada rontok adalah kado ultah spesial dari Neneknya ketika dia lEmakran ke Maninjau lima tahun lalu. Tahu Maninjau kan? Ayo cari di peta. Kebangetan kalau sampai tidak tahu.

Mau tahu kan dimana letak nilai sejarah handuk si Tekya? Selidik punya selidik ternyata si nenek kebetulan beruntung mendapat rezeki nomplok berupa undian doorprize dari acara kendurian pernikahan anak Pak Lurah setempat.  Calon suaminya juragan pabrik pembuat mesin potong padi. Kalau melihat riwayat dan silsilah sudah pasti orang kaya dong, otomatis hadiahnya tidak murahan. Termasuk handuk milik Tekya. Makanya usianya long lasting and evergreen slow rock dah! Saking awetnya bisa bertahan sampai sekarang. Tipsnya yaitu : gunakan handuk orang lain.

Tidak lama berselang Tekya sudah mengunci dirinya di dalam kamar mandi. Menyiramkan bergayung gayung air dingin ke sekujur tubuh mulusnya. (bener nian apo?) Ai ai ai… Kecibang kecEmakng deh.

Air bak mandi pagi ini sungguh dingin. Meski tidaklah sedingin air kulkas. Tapi cukup membuat Tekya menggigil dan giginya bergemelutuk. Tekya baru sadar bahwa hujan  semalam yang turun cukup lebat dan lama.  Makanya air toren terasa dingin.

Tetesan embun di dedaunan masih membekas. Bilur bilur airnya yang bening tampak berkilauan. Kemudian menetes jatuh ke daun di bawahnya. Tanah merah dan rerumputan hijau di pekarangan    masih lembab dan basah. Pun kaca nako jendela rumah sampai ke kaca spion bus kota yang lalu lalang di jalan raya juga tampak basah berembun.

Menyinggung soal hujan,  jadi teringat akan puisi bebas karya Tekya waktu kelas 3 SD dan 3 SMP. Temanya tentang hujan. Mengapa hujan? Karena selalu menarik untuk diperbincangkan. Selalu ada cerita di sela sela hujan. Hujan sering menginspirasi banyak orang. Hujan selalu asik untuk dibicarakan.  Hujan juga sering diangkat sebagai topik untuk diperdebatkan oleh para komentator di stasiun teve. Terlebih lagi saat banjir. Hujan acap kali dituduh jadi penyebab. Hujan menjadi momok yang sangat menyeramkan bagi penduduk yang tinggal di perkampungan kumuh penuh sampah dan bantaran kali. Iya..hujan patutnya disyukuri bukan dijauhi, bukan? Mari kita simak…

Waktu SD

Hujan…turun…. temurun

Embun pagi meninggalkan jejak di daun

Hai….terdengar nyanyian burung kecil di ranting pohon cabe

Enaknya udara dingin merasuk menusuk nusuk..kayak tusuk gigi

Hujan masih turun..saat terjaga dari tidur lelapku semalam

Enggan rasanya beranjak untuk nyalakan kompor memasak air hangat

Waktu SMP

…..Hujan itu berkah, karena curahan cinta dari Tuhan

Hujan menyelimuti kita dari sinar mentari,

Hujan membasahi dan mengademin semua. Tak terkecuali hati kita.

Hujan membikin lembab dan sembab

Hujan mesti disambut jangan dicembetuti apalagi ditakuti

Hujan bukan biang banjir.

Tapi buah tangan manusia…yang malas dan serakah

Waktu SMA (belum ada)

Dan ketika rangkaian puisi tersebut diberikan ke guru olahraga dikasih ponten sepuluh. Pastes aja. Coba ke guru bahasa Indonesia dong. Ihikks.

Bagi Tekya datangnya pagi adalah mukizat untuk segenap makhluk hidup di dunia. Karena merupakan mengawali kehidupan part by part. Kewajiban membuka dengan perbuatan baik untuk menjemput rezeki dari sang  Pencipta setelah 8-10  jam memicingkan mata terlelap pada malam hari. Sebagai sinyal kita telah melewati pekatnya malam yang penuh pergolakan.  Sehabis berkeletihan di siang hari. Coba bayangkan bila kita tidur dan tidak bangun bangun pada keesokan harinya. Hayooo…

Bahkan…indahnya suasana teduh dan tenang di pagi hari sulit ditemukan di negara yang tengah berkecamuk perang…Makanya sekali lagi. Bersyukurlah!

Dari arah kamar mandi terdengar siulan sumbang dari congornya Tekya. Gembira sekali dia. Ada apakah gerangan? Anak remaja itu kini tengah merapikan rambutnya yang cepak 2 senti mirip Tom Cruise dalam film Top Gun. Badanya diputar putar di muka cermin lemari mirip komidi putar. Senyam senyum sendiri sambil sesekali nyengir kuda nil. Setelah mematut matut kayak perkutut, dia meninggalkan kamar. Pas di depan pintu kamar tak ayal lagi diledek oleh Ervan, adiknya yang masih duduk di bangku SMP.  Sedari tadi merasa terusik dengan siulan dan nyanyian fals kakaknya.

“Onde mande Udaku yang ganteng mirip genteng. Tumben nih sudah rapi kayak sarung habis diseterika. Eeitt….tunggu dulu. Sepertinya perasaanku tidak enak nih… Ayo kamu pakai styling foam aku ya? Bener kan?”

“Memang iya. Kenapa?”

“Huuuuh! Bilang dong kalau mau pinjam.”

“Oke. Tadi aku pinjam minyak rambutmu ya. Nanti dikembalikan.”

“Basi tahu. “

“Kenapa sih nggak beli sendiri. Pakai punya adiknya melulu.” Tegur Mama Tekya dari arah dapur, merasa bising mendengar pertengkaran kedua anaknya.

“ Iya nih Ma si Uda. Dasar pelit.”

“Iyo ko Tekya. Usahlah ceke bana.”Nenek yang asik membaca koran menimpali.

“Apa tadi Nek? Ikebana?”

“Ceke bana itu bahasa Minang, artinya pelit nian.” Papa ikut ikutan ngomong seraya tangannya secara cekatan mengikat tali sepatu.

Tekya tertawa. Ervan menjulurkan lidahnya sembari mengembangkan hidungnya.

“Eh adikku yang tampangnya ngepas. Kegantenganku sudah dari warisan nenek moyang kita yang di benua eropa. Sedangkan styling foam hanya pelengkap saja.”

“Enak saja. Bukannya ngucapin arigato kek…sie sie ke…hatur nuhun kek…malah ngeledek. Aku doain deh biar jadi mandor genteng. Dasar kucing kurus! Eeh ada lagunya nih dengerin…

…..”Kucing kurus mandi di papan..

Badanmu kurus memang kurang makan…”

“Lagu tidak lucu..Fales! La kamu Item dipelihara. Dasar negro!”

Tekya tidak mengubris ledekan adiknya. Dia langsung ngeluyur menuju meja makan seukuran meja pingpong untuk memulai sarapan pagi. Meminum segelas susu manis hangat buatan Mama. Mengolesi roti dengan mentega dicampur kismis warna warni. Menyantapnya dengan lahap. Beberapa menit berselang Tekya menyudahi break fastnya.

Mengapa pagi itu begitu istimewa bagi Tekya? Ada apa dengan sosok cowok yang berbadan langsing ini? Oh ya, ceritanya, ini hari pertama kali bagi Tekya sebagai calon siswa SMA di sekolah yang baru.

Sekolah yang lama resmi ditinggalkan namun kenangan indah tidak akan dilupakan begitu saja. Karena Tekya telah melewati masa masa SMP dengan mulus. Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat mengecap bangku SMP. Namun jika dirasakan kok ya serasa singkat betul. Masih membekas di ingatan Tekya, sepertinya perasaan baru kemaren bersama Mamanya mendaftar di sebuah SMP swasta bernama Xaverius 2. SMP yang cukup bergengsi kala itu. Atau masih terbayang saat Mama membantu menyampuli semua buku tulis dan buku pelajannya. Atau yang lebih seru saat balap balapan bersama teman teman berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda mini hadiah naik kelas dari nenek tersayang.

Acap kali Tekya cs melakukan aktraksi yang cukup berbahaya, seperti zig zag di jalan raya yang menurun,  mengangkat roda depan selama dua menit di jalan yang menanjak, sama sekali tidak menyentuh stang sepeda dengan kecepatan tinggi. Tekya baru menyadari bahwa aktraksi seperti itu sepertinya belum pantas dilakukan oleh anak SMP. Sungguh. Cukup berbahaya padahal. Boro boro mereka memikirkan sebab akibatnya. Yang penting merasa enjoy dan happy!

Ada satu…dua  orang tetangga temen adiknya Tekya, eh jadinya tiga dong yang masih betah di bangku SMP. Bukan lantaran disukai oleh para guru hingga mereka tak rela melepaskan seragam SMP mereka melainkan tidak lulus tes akhir.  Padahal lingkungan sekolah mulai bosan dengan kehadiran mereka yang tidak menunjukkan tanda tanda perbaikan sama sekali. Sedangkan bunglon saja bisa move on kok.

Ada kisah yang cukup menggelitik, seperti yang dituturkan oleh Emaknya Wahab ke Mamanya Tekya. Sebut saja Wahab bin Lahab, nama anak yang tinggal kelas itu. Meskipun makannya lahap tapi badannya tetap saja ceking. Sejak SD sudah kelihatan bakat bandel dan malasnya sehingga prestasinya di kelas biasa biasa saja. Kalau saja nilainya tidak dikatrol oleh pihak sekolah pasti sudah sering tinggal kelas.  Prestasi jeleknya ini berlanjut sampai ke jenjang SMP.

Wahab sadar sesadarnya kalau dia tidak tergolong anak pintar. Juga bukan dari kalangan berada. Walaupun begitu tetap saja malas untuk belajar. Saban hari setiap pulang sekolah langsung bermain kelereng, gambaran dan ngelayap ke kampung tetangga dengan masih mengenakan seragam sekolah. Pulang ke rumah ketika menjelang senja. Seringnya selepas Maghrib. Makanya nilai nilai yang menghiasi buku rapornya bertengger angka angka merah. Jauh dari kesan istimewa. Setiap menjelang kenaikan kelas Emaknya selalu merasa was was, dag dig dug der, karena kerap dipanggil oleh wali kelasnya. Topik pembahsan selalu tentang statistik penurunan performa Wahab yang kian tak jelas arahnya. Mau di bawa kemana…..begitu sepenggal lirik Armad Band.

Pada suatu hari, ketika pembagian rapor akhir kelulusan SMP tiba, Wahab sekonyong konyong datang menghampiri Emaknya sambil merengek rengek, tangannya yang jahil  menarik-narik kemben Emaknya, yang tengah asik menyapu halaman seluas 6 meter dengan sapu lidi tua. Otomatis Emaknya kaget bukan kepalang.

“Ada apa sih? Tarik tarik kemben Emak. Coba kalau melorot dilihat orang dan di upload di youtube, gimana. Malu Emak.” Hardik Emaknya.

“Ah..Emak lucu deh. Takut dikira cari sensasi ya kan? Ini kan cerita tentang masa lalu. Flashback. Youtube belum ada,”

Emak Wahab secara spontan menutup mulutnya. “Emak Lupa. Hehehe..”

“Anu..Mak. E..Emak dipanggil ke ruang wali kelasku sekarang. Ayo cepetan. Nanti Aku tidak dinaikkan lagi.”

“Kau ini apa apan. Setiap bagi rapor selalu merepotkan orang. Membuat malu Emak. Tahu nggak? Kali ini kamu harus berani. Kau kan sudah besar. Sudah disunat lagi. Ayo, ambil rapormu sendiri sana. Emak lagi tidak mood nih. Paling paling dipanggil untuk membahas masalah kenakalan dan kemalasan kamu. Ayo, hadapi sendiri. Masak badan segede bak sampah takut. Tinggi sudah sama dengan tiang  listrik.”

“Wahab tidak mau sendirian. Perginya sama Emak. Kalau sendirian takut diculik.”

“Siapa yang mau menculik kamu. Ditukar botol kecap juga ogah.”

“Ayolah Mom. Please…”

“Idih. Pake bahasa inggris pula gayamu. Momm…preetttt!. Memang Emak tidak tahu artinya. Cupliss yang di film si Unyilkan maksudmu??”

“Ngaco ah, Emak. Please artinya mohon. Kalau Emak tetap tidak mau. Lihat saja nanti Wahab minggat dari rumah . Uhuk…uhuuuu. ”

“E-eh malah mewek dan mengancam pula. Coba saja kalau nekat minggat lagi. Emak kurung kamu di kandang ayam kepunyaan Pak Subli. Baru tahu rasa! Enak saja. Emak tidak mau rugi untuk ketiga kalinya. Kamu mau mengulangi kejadian beberapa tahun lalu ya. Menghilang dengan tiba tiba. Hampir seluruh gang Belewah ini kamu buat kelabakan mencari-cari. Eh, tahunya ngumpet di rumah nenekmu di Indralaya. Emangnya mencari tidak pakai ongkoss. Emak sampai menggadaikan kutang peninggalan Bapakmu!”

“Mau kan Mak?”

“ Terpaksa.”

Tanpa pikir panjang mereka berdua langsung cabut. Kebetulan jarak antara rumah dengan sekolahan dekat sehingga dapat ditempuh dengan  berjalan kaki saja. Sesampai di sekolah Emaknya Wahab berjalan dengan terburu buru. Mukanya ditekuk dalam dalam. Malu rasanya kalau berpas pasan dengan tetangga yang dia kenal. Si Emak enggan digosipin.

“Maaf Bu Wali. Ada apa ya saya dipanggil?” Tanya Emak Wahab dengan nada ogah ogahan.”Sekali-sekali suami saya yang dipanggil ke sekolah. Tidak bosan berjumpa saya melulu?”

“Silahkan duduk dulu. Kalau bicara bosan jangan ditanya deh. Sudah sampai ke ubun ubun, Bu.  Bukannya tidak mau mengundang suami Emak. Lha…bukannya suami sudah dipanggil yang Maha Kuasa? Masak saya manggil orang yang sudah wafat. Ah yang tidak tidak saja. Bercanda ya?”

Singkat cerita kedua manusia itu tampak larut ke dalam pembicaraan yang serius. Layaknya perundingan kedua negara yang akan menentukan kelangsungan kerjasama bilateral. Sekali sekali Emaknya Wahab manggut manggut. Kadang kadang terdengar keras suara mereka. Terus berbisik bisik seperti sedang bergunjing. Tinggal Wahab terbengong bengong. Sudah kelihatan dari mimiknya yang tidak karuan. Padahal situasi saat itu adalah sebuah momen penting membahas masa depannya kelak.

Tapi…apakah kalian tahu apa yang ada terlintas di benaknya kini? Ternyata dia sudah tidak sabar membayangkan asiknya mengejar layang layang dengan bambu yang menjulang. Berlari, menyeruak ke dalam semak belukar, melintasi jalan setapak yang berbatu dan becek, lorong lorong, gang gang sempit demi meraih sebanyak banyaknya layangan yang putus. Setelah itu akan dia jual ke teman temannya. Uangnya buat tambahan uang jajan.

Sedangkan Emaknya sedang sEmakk tarik urat muka dan saraf untuk memperjuangkan agar anaknya bisa lulus SMP dengan susah payah.

“Mak, bagaimana? Aku jadi masuk SMA kan? Tanya Wahab menyongsong Emaknya yang baru saja keluar dari ruang guru.

“Kemano bae kau tadi? Emak nyari nyari!” Sewot Emaknya sembari mencubit pinggang Wahab.

“Aduuuh.. Sakit Mak!.Aku tadi kebelet pipis.”

“Kok lamo sih?”

“ Anu…tadi ngantree. Pas keluar WC lihat orang main layangan sebentar.”

“Nasibmu sudah gawat. Mereka tidak bisa membantu. Kamu tetap tidak naik kelas. Pak guru kasih kesempatan kamu mengulang lagi di kelas tiga. Ingat.. kamu harus lebih serius lagi belajar. Malunya Emak sudah kemana kemana nih. Sudah kepalang tanggung malunya. Ngerti nggak? Terlebih lagi kepada almarhum Bapakmu. Emak sudah merasa gagal mendidik kamu. Gagall..”

“Iya Mak. Wahab janji lebih serius….”

“Serius apa?”

“Ya…serius ngejar layang layang eh serius belajarlah.”

“Layangan melulu yang ada di otakmu! Eh..kamu masih ingat tidak pesan pesan Bapakmu waktu masih hidup dulu?”

“Ingat Mak.”

“Bagus. Apa?”

“Cukup banyak pesannya, Mak. Kata Bapak sebelum tidur berdoa dulu. Jangan meninggalkan sholat. Kalau sudah malam jangan lupa kunci pintu. Terus…..kalau emakmu pulang tolong pijat pijat Bapak…”

“Bukan itu curuuut.! Pantes kamu nggak naik kelas. Paling tidak kamu musti tamat SMA. Lebih bagus lagi bisa kuliah. Biar nasibmu nggak kaya beliau nari becak. Itu pesannya semprulll! Terti dak?!!”

Akhirnya Wahab pulang sambil dijewer. Emaknya sudah kesal sampai ke ubun ubun.

“Ampun Mak!! Aku gagal dong pakai celana panjang.”

Pukul 07.05 WIB. Tekya sudah berada di dalam pekarangan yang luas. Sebuah rumah besar dan megah tepat dihadapannya. Eh ternyata pintu pagarnya kebetulan tidak terkunci. Bagi Tekya rumah Denny sudah tidak asing lagi baginya. Semasa SMP, Tekya dan teman temannya sering berkumpul dan bermain karambol sampai siang. Kebetulan mereka masuk sekolah siang. Karena sudah akrab, mereka tanpa sungkan sungkan untuk makan siang jika ditawarin Mamanya Denny.

Tulalit…Tulalit…Tulalit..Tekya memencet bel tanpa ragu. Ringtonenya terdengar unik.

Tekya tak lupa mengetok pintu rumah juga. Pada ketukan ketiga masih belum ada tanda tanda penghuni rumah bakal keluar. Tekya mengira, mungkin karena rumahnya panjang dan besar perlu waktu sampai ke ruang tamu. Hihihi.

Aduh.. kemana nih anak, pekik Tekya dalam hati. Tingkahnya mulai blingsatan. Sekali lagi melirik jam tangannya. Waduh, waktu terus bergulir. Ceritanya pagi ini, Tekya sudah janjian sama Denny untuk mendaftar bersama ke SMANSA Srijayanegara . Merek kebetulan disalurkan ke sekolah yang sama. Masih ada juga beberapa orang teman satu SMP yang beruntung masuk sekolah bergengsi ini. Sedih bila melihat nasib teman yang lainnya terpaksa memilih sekolah swasta dikarenakan Nilai Evaluasi Murni (NEM) terlalu rendah. Sedangkan SMANSA SN menetapkan passing grade NEM yang cukup tinggi.

Makanya Tekya merasa beruntung sekali bisa lolos. Tak percuma dia belajar mati matian. Jungkir balik sambil jumpalitan. Karena Tekya merasa tak sepintar Denny. Ibarat komputer masih pentium standar, jadi kalau tidak di upgrade dengan belajar keras bisa bisa Tekya terpental ke sekolah berstandar ‘terdaftar’. Alias berkwalitas biasa biasa saja.

Lagi asik melamun..Tiba tiba terdengar pintu rumah di buka. Kepala Mama Denny nongol dari pintu. Akibat dandan seadanya Tekya malah mengira pembantunya yang keluar. Masih mengenakan baju tidur lengkap.

“Assalamualaikum Mbo…” sapa Tekya.

“Waalaikumsalam. Kok Mbo sih? Saya Mamanya Denny.” Perempuan setengah baya berambut keriting itu langsung keluar. Sewot juga dikatakan pembokat oleh Tekya. Lalu bersender di tiang teras depan. Seluruh mukanya ketutup masker bengkoang. Yang membuat Tekya kaget dan pangling kedua matanya masih nemplok dua iris mentimun.

“Aduh..maaf Tante. Piyamanya kayak seragam babysitter. Denny lagi mandi ya.”

“Nggak apa apa Tekya. Saya lagi maskeran nih. Eh, kamu sudah ditinggalin Denny tuh..Tekya kesiangan ya?”

“Tadi Denny pesan kalau Tekya datang disuruh langsung ke SMANSA aja.”

“Oh gitu. Kami sudah janjian dari kemaren. Di telepon dia bilang jam tujuhan seperempat aja. Pergi bareng siapa Tante?”

“Waduh si Denny bagaimana sih. “ Mama Denny mengomeli keteledoran anaknya. “Tadi diantar motor Bang Gantak. Maafin Denny ya Tek.”

“Tidak apa apa Tante.”

“Eh by the way bombay…Kamu lolos ke SMANSA juga ya. Selamat ya. Eh, kok bisa ?”

“Iya Tante. Alhamdulillah. Karna rajin imunisasi…eh belajar ding.”

“ Oh. Tante kira soal ujiannya ada yang bocor, hehehe. Sekali lagi selamat ya. Bisa ngumpul lagi bareng. Siapa aja dari kalian yang lolos?”

“Kalau dari kelas kami. Saya, Denny dan Dora saja. Kalau kelas lain adalah beberapa orang.”

“Siip deh.”Ya sudah kamu susul Tek, takut telat lho..”

Tekya buru buru mohon pamit. Ketika henda menuju pagar depan dia berhenti sesaat lalu berpaling menoleh ke Mama Denny.

“Kenapa Tekya? Ada yang kelupaan?”tukasnya heran.

“Anu Tante. Tadi kacamatanya cakep banget Tante..”teriak Tekya sambil berlalu.

“Oala…! Kamu bisa aja. Ini kacamata dari mentimun. Hehehe…”

Hup!!Rezeki anak soleh datang! Baru saja ke luar pagar rumah Denny, berhenti oplet persis di hadapan Tekya. Tanpa pikir panjang segera naik di kursi depan dekat sopir. Posisi favoritnya, agar bisa memandang lepas ke depan. Ternyata Denny termasuk anak yang plin plan juga, tebak Tekya. Katanya dia mau mengendarai sedan Forsanya ke SMANSA, tahunya malah naik ojek. Untungnya bawa uang. Coba kalau tidak, bisa nyeker ke tempat tujuan. Tak henti hentinya Tekya ngedumel memaki maki teman satu SMPnya itu. Dasar bangau tong tong lu Den!

Pak Sopir heran melihat tingkah Tekya ngomong sendiri. Diamati gerak gerik penumpangnya. Karena penasaran….

“Lagi latihan drama ya Dik?” tegur Pak Sopir sambil cengengesan. Pandangannya tetap mengarah ke depan.

“Iya Pak. Sandiwara Dul Muluk..”

Murid murid tengah berkumpul di lapangan upacara. Mereka adalah calon murid SMANSA yang baru diterima melalui proses seleksi atas dasar NEM. Suasana saat itu hiruk pikuk. Melibihi keramaian di pasar inpres. Mirip bazar. Mereka diperintahkan oleh komandan upacara untuk segera membentuk formasi tujuh barisan memanjang ke belakang. Sang komandan yang notabene murid senior seakan  memikul beban berat dalam mengarahkan murid murid baru ini. Konsekwensinya adalah tertundanya pelaksanaan upacara nantinya.

Rata rata wajah mereka tampak culun cupu banget. Akan tetapi memancarkan kebahagiaan yang tak terlukiskan. Sekali sekali terlihat jelas senyum mereka mengembang. Lalu mengempis. Mata mereka mengeriyit silau oleh siraman sinar mentari pagi. Beberapa murid terkagum kagum memandangi kerennya gedung sekolah yang sebentar lagi bakal mereka duduki saban hari bangkunya.

Murid yang datang lebih pagi merasa beruntung berkesempatan mengitari halamannya yang begitu luas membentang.  Seluas lapangan sepakbola yang berada di sisi kanan. Meninjau lapangan basket. Bahkan sampai mengecek kran air wudhu di Masjid. Melihat dimana lokasi perparkiran mobil, motor dan sepeda. Mencari cari dimana lokasi mojok buat pacaran, kantin, WC dan akses untuk membolos.

Terlintas di benak mereka,  sebentar bakal masuk ke dalam keluarga besar SMANSA. Sekolah yang terkenal mentereng dan megah dengan segudang prestasi. Sehingga menjadi incaran para pelajar. Banyak alumni menjadi orang hebat jebolan dari SMANSA. Salah satunya Pak Gubernur Palembang. Makanya tak terkecuali Para pejabat tinggi berlomba lomba ingin menyekolahkan anaknya.

Para gurupun berjejer rapi di belakang podium. Masing masing mengenakan setelan pakaian dinas lengkap berwarna biru cerah dan sedikit ngejreng. Secerah raut wajah yang mencerminkan jiwa pendidik nan bersahaja. Mereka tersenyum mesem mesem melihat pola tingkah calon murid baru tersebut. Untuk sementara sulit menebak mana guru yang baik hati dan mana guru yang killer.

Bapak kepala sekolah yang bertindak sebagai pembina upacara, sedang berjalan santai menuju area. Beliau dikawal dua orang satpam berpentungan oranye. Salah seorang dari mereka memayungi agar Pak Kep Sek terhindar dari sengatan matahari. Lebay banget. Bapak berbadan gempal itu langsung menaiki podium kayu setinggi 60 sentimeter dengan tiga anak tangga. Sejenak melihat kerapihan barisan di depan. Lalu menoleh ke barisan para guru. Setelah itu tangannya menggapai  mikrofon. Mirip penyanyi yang akan memulai konser show tunggalnya.

Pok pok Pok! “Testing testing reslting. Tes satu dua tiga…sayang semuanya. Kabelnya kendor tuh. Kok suara saya kurang ngebass. Tolong cek twiternya..kurang berdesis…”Rupanya Pak Kep Sek belum mood ngomong kalau semuanya belum beres.

Denny tampak sedang celingak celinguk di barisan belakang. Badannya sampai diputar putar segala. Jantungnya sedikit berdebar saat melihat Tekya tak kunjung datang. Dia merasa bersalah telah meninggalkan temannya itu. Apakah anak itu sudah memasuki barisan? Atau jangan jangan lupa. Sepertinya belum, karena Denny yakin sudah mengecek semua barisan satu persatu sampai matanya jereng.

“Aduh, mana si Tekya sih? Alamat kena damprat nih..” Denny terus membatin. Dia belum tenang kalau belum memastikan kehadiran Tekya.” Jangan jangan dia lupa kalau hari Senin disuruh berkumpul? Penyakit lupanya belum stadium tiga kayak aku kan?”

“Eh gergaji, kau lihat si Tekya?” Denny mencolek pundak Oji yang berdiri di depannya.

Oji, anak cowok yang dipanggil dengan nama perlengkapan tukang  itu hanya menggeleng. Tanpa menoleh dia berbisik…“Tekya emang diterima di SMANSA juga ya?

“Iya.”

“Kok bisa?” Pekik Oji tertahan. “Anak itu kok nggak cerita ke Aku.”

“Mana ku tahu. Tanya aja sendiri.”

“Asik! Bakalan heboh lagi dong geng kita. Aku suka sense of humornya. Dia masih jago gambarkan, Den?”

“Masihlah.”

Tiba tiba Oji menunjuk ke arah seberang jalan.  Lalu berteriak…“Nah tuh dia baru datang, Den!”

Di sela sela pidato sambutan Bapak Kepsek yang berapi api. Dari kejauhan tampak Tekya berlari lari kecil dengan tergopoh gopoh memasuki gerbang. Tekya mengendap ngendap lalu menyusup ke barisan paling ujung di bagian belakang.

“Sip. Nyaris telat si Tekya.” Desis Denny.

“Kenapa Den kok kawatir banget deh?” Oji penasaran.

“Engg…Tadi aku janji mau barengan sama dia..”

“ Terusss…”

“Ya itu aku lupa.”

“Nah lho masih muda kok sudah pikun”.

“Kau musti minta maaf Den…Dia kan baik banget orangnya.”

“Semua ini gara gara telpon kau. Ingat kan tadi padi kau bilang ‘buruan Den nanti telat, anak baru harus masuk lebih awal. Tidak boleh telat..Ingat tidak?”

“Au-ah gelap.”

Denny belum bisa menghilangkan rasa paniknya. Dia takut Tekya yang baik hati, akan ngambek berat. Pernah ada suatu peristiwa dimana mereka berantem ringan sehingga keduanya tidak bertegur sapa selama setengah minggu. Bayangkan. Untungnya didamaikan oleh si Bangkok, teman SMP mereka.

Khusus murid murid di jalur bagian belakang memang berisik sekali. Suara mikropon kalah kalau diajak bersaing. Maklum, mumpung masih baru dimanfaatin untuk saling berkenalan. Lagi pula para guru belum pada kenal juga. Tidak mungkin dimarahi.

“Eh, boy. Kenalan dulu dong. Namaku Deddy. Kamu siapa? Telat ya?” Seseorang murid cowok menjawil pundak Tekya.

“Boleh. Aku Tekya. Iya telat nih, tadi ditinggalin temenku. Padahal sudah janjian.”

“Kenapa tidak pakai seragam? Kamu sudah dapat?”

“Belum juga. Seragam polos ini saya beli. Tidak lucu dong sudah SMA pakai atribut SMP lagi. Risih aja memakai celana pendek. Mana betis dan pahaku sudah besar.”

“Iya aku juga. Bulu kaki seumuran kita kan sudah pada lebat. Hehehe”

“Kukira tak ada teman yang pakai baju bebas sih Aku juga mau. Serasi juga pakai baju batik dipadu celana blue jean. Jadi kepengen.”

Sudah sekitar satu jam lebih anak anak di jemur di tengah lapangan, diterpa di bawah teriknya sinar matahari. Setengah jam pertama tak begitu terasa. Tapi kini rasanya seluruh tubuh mereka mulai sempoyongan dan seakan akan mulai meleleh.

Kalau saja sekolah itu berhalaman tandus tentunya mereka sudah pada kelojotan karena kepanasan. Untunglah halamannya cukup asri. Masih banyak pohon pohon tua yang besar tertanam kokoh di pinggir lapangan. Cukuplah meneduhkan dan menyamankan. Daunnya yang rimbun tertiup angin melambai bak putaran kipas angin. Meniupi, mengipasi dan menyibak rambut rambut hitam mereka. Menjadikan suasana panas tidak begitu terasa sekali. Ketika angin berhembus kencang serempak mereka memejamkan mata sambil tersenyum. Seakan tak ingin melewatkan sedikitpun  momen nan berharga itu. Cihuyyy bagaikan angin dari surga, gitu.

Tanpa sadar Tekya merentangkan tangannya, mirip dalam adegan yang dilakukan oleh Rose DeWitt Bukater yang dilakoni Kate Winslet  dalam salah satu adegan film Titanic. Tepat di atas deg mulut kapal (istilah kapalnya forward sheer atau forecastle deck with anchor and mooring gear), Kate berdiri dengan meletakkan kaki jenjangnya . Sedangkan sang kekasih yang bernama Jack Dawson diperankan  Leonardo DiCaprio menyambut kedua rentangan tangan serta mengenggam mesra jemari jemari lembut sang cewek.  Mereka berdua menikmati sapuan angin malam yang sejuk. Jack seakan membiarkan ombakan rambut pirang Rose yang menyapu wajahnya.  Sungguh romantis sekali.

Tak beda halnya dengan Tekya. Remaja tanggung satu ini benar benar terbenam dan larut dalam buaian angin di siang hari itu.

Tteeeetttt!!! Bel listrik sekolah berbunyi nyaring.

Tekya tak bergeming sedikitpun.

“Hei, Mang bangun! Lagi ngapain, ngelamun jorok ya?” Tiba tiba Tekya disadarkan dengan pukulan di pundaknya. Cukup keras memang. Ternyata dilakukan oleh seorang kakak senior yang nota bene berjenis kelamin perempuan. Tekya kaget bukan main. Sekaligus sewot karena lamunannya yang kusyuk buyar berantakan.

“A-ada apa kak? Ada makan siang ya?” Tekya menjawab sekenanya.

“Makan siang di rumah makan  Padang noh! Siapa yang suruh tidur? Sekarang bergabung sama teman teman kamu di sana!”

“Maaf Ayuk, angin di sini bikin ngantuk.”

Tekya mendapati lapangan sekolah mendadak telah sepi. Matanya membelalak lebar. Mulutnya melongo. Dengan tersipu sipu malu Tekya menyusul rombongannya. Tekya disambut dengan pekikan dan teriakan heboh.

Pembagian kelaspun dimulai. Semua murid bergelombor memasuki gedung utama. Bangunan  SMANSA SN terdiri dari empat blok. Blok terdiri dari pertama Satu gedung utama terdiri dari tiga lantai yang memuat ruangan kelas untuk belajardan ruang ganti saat pelajaran olahraga. Blok kedua berisikan perumahan dinas penjaga sekolah, ruang praktikum. Blok ketiga mesjid. Dan blok terakhir gedung perpustakaan. Gedung utama sangat kental dengan arsitektur gaya belanda. Pondasinya kokoh. Betonnya yang kuat, dicor dengan besi baja. Terlihat dari bagunan tangganya.